BERITA

Liputan kegiatan Universitas Terbuka Jember

Layar Purnama – Ruang Nostalgia untuk Bersilaturahmi Antar Organisasi dan Bercakap tentang Isu Sosial

nobar 21

Jumat (11/07) - Malam yang disinari bulan purnama kali ini tampak berbeda di Wifi Corner UT Jember. Beberapa mahasiswa sedang berkumpul menonton film Little Women (2019) yang disutradarai oleh Greta Gerwig. Para mahasiswa yang terdiri dari para anggota Ormawa UT Jember dari beragam UKM diantaranya: Mapalaster, PB Bluster, Futsal FEB, Karsa, Suara Qurani, Abhinaya Musik, Kalanuswantara, hingga Konten Kreatif tampak bersinergi dan berkolaborasi dengan Himpunan Mahasiswa dan Komunitas dari luar UT Jember seperti Himafisi, Imasind, Komunitas Bloomind, dan perwakilan mahasiswa FKIP UNEJ.

nobar 1

Kali ini yang mereka lakukan tak hanya menonton film bersama, melainkan juga berdiskusi perihal isu sosial yang muncul dalam film Little Women yang diangkat dari latar Amerika tahun 1868. Tentu yang menarik perhatian adalah isu soal perempuan pada zaman itu. Sang Sutradara yang mengangkat Novel dengan visi yang sama, yakni perihal Feminisme tertangkap dalam setiap adegan dari pemeran utama, yakni Jo March seorang figur feminis kala itu.

Tika dari Bloomind menyampaikan, “Pada tahun 1868 saat Louis May Alcott menerbitkan novel tersebut memang terjadi pergerakan feminis pertama yang dituangkan dalam karyanya sebagai representasi keadaan sosial masyarakat saat itu.” Ditambah lagi, bagian akhir film yang menimbulkan banyak persepsi juga memantik diskusi soal feminisme jadi semakin menarik, seperti perihal pandangan feminisme dari tokoh utama itu sendiri. Pertanyaan perihal apakah tokoh utama dalam cerita menikah atau tidak sehingga menjadi pandangan ideologis dari penulis dan sutradara film terhadap konstruksi dan stigma dari perempuan.

nobar 7

Sylvia dari Himafisi menyampaikan bahwa perempuan yang aktif dalam ranah domestik tidak mengecilkan penyuaraannya terhadap peran aktif mereka di masyarakat. Sedangkan Yuga dari Ketua Ormawa berpendapat bahwa Jo sebenarnya tidak menikah dan khayalan feminis yang masih embrio di awal kehadirannya tidak benar-benar terealisasi di zaman itu. Serta Didi dari PB Bluster mengemukakan, “Sebenarnya perbedaan pendapat soal pandangan perempuan terjadi secara ekstrim pada Bibi March seorang wanita aristokrat dan Jo seorang perempuan idealis.” Memang sebuah keuntungan di negara kapitalis bagi wanita yang memiliki hak kekayaannya sendiri sehingga ia bisa memilih jalan kehidupannya dengan bebas, sedangkan seorang dengan status ekonomi yang kurang harus memperjuangkan standar ganda dalam lingkungan, yakni rakyat biasa dan seorang perempuan. Diskusi kali ini memang sangat hidup dan memberikan akses bersuara bagi setiap mahasiswa yang hadir dalam acara tersebut.

nobar 25

Para mahasiswa yang hadir dari beragam latar belakang menjadi ajang silaturahmi dan diskusi yang akan memperkaya ilmu pengetahuan mereka perihal isu-isu sosial yang terjadi di lingkungan mereka yang tergambar dalam film. Layar Purnama sebagai nostalgia layar tancap di masa lampau, memberikan ruang bagi setiap orang untuk menonton dan mendapat kesan baik dalam menikmati karya film diharapkan akan terus rutin digelar agar dapat meningkatkan kepekaan dan peran mahasiswa dalam masyarakat. (dio)